Nonosoft

Nonosoft

Rabu, 15 Agustus 2012

Idul Fitri 1433 H/2012

Add caption

Legenda Lailatul Qadr

Malam Lailatul Qadar dan Asal usulnya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Posting ini disponsori oleh pagelaran wayang yang didalangi oleh ki Enthus yang menceritakan tentang asal-usul malam lailatul qodar dalam cerita wayangnya. Keterbatasan pemahaman penulis mungkin membuat tulisan ini tidak sempurna.
Diceritakan riwayat dari Ibnu Abbas ra, dalam menjelaskan Asbabun nuzul turunya surat (Al-Qadr) ini, ia menjelaskan :
“Jibril as. meriwayatkan tentang kisah orang terdahulu yang bernama Syam’un kepada Nabi SAW, dan Nabi menceritakannya kepada para Sahabat. Nama lengkapnya Syam’un Al-Ghazi atau yang biasa dikenal dengan sebutan Samson yang hidup pada masa nabi Isa As, ia telah berperang melawan musuh kafir selama 1000 bulan. Samson diberkahi kekuatan luar biasa yang tak tertandingi oleh siapapun pada masa hidupnya. Senjata Samson adalah rambut jenggot onta, tapi sekalipun hanya senjata rambut onta, apabila ia sabetkan kepda lawan kufar, tewaslah sejumlah musuh kafir “.

Dengan keistimewaan “kanuragan” yang luar biasa membuat kaum kafir kalang kabut dan menyusun strategi untuk melumpuhkan Samson. Samson diberkati seorang istri bernama Delillah dari kaum kafir quraisy yang masih satu kerabat dengan Rasulallah SAW. Kehidupan Samson dan istrinya serba kekurangan, kekurangan inilah yang dimanfaatkan kaum kafir untuk merayu Delillah untuk mencari kelemahan Samson. Pada suatu ketika Delillah istri Samson di-iming-ingingi harta dan dipenuhi segala keinginannya oleh kafir untuk mencari kelemahan Samson.
Mereka (orang2 kufar) berkata kpda istri Samson itu : “Kami berani menghadiahkan sejumlah harta kalau kau dapat mengetahui kelemahan Suamimu atau melakukan sesuatu yang dapat  menewaskan suamimu”.  Jawab istri Samson : “Aku seorang Delillah mana bisa membunuhnya??”.
Kafir: “Kami akan memberimu tambang terkuat, ikatlah kaki dan tangan suamimu ketika tidur, dan apabila berhasil beritahu kami, biar kami yang membunuhnya”. Karena tergiur oleh gelimang harta yang ditawarkan maka hal itupun disetujui oleh Istri Samson.

Alkisah pada suatu malam, Delillah  mengikat suaminya ketika tidur.sontak Samson  terbangun, “Siapakah yang mengikatku dengan tampar ini ? Jawab Delillah : “Aku yang mengikat, sekedar mengujimu sampai sejauh mana kekuatanmu”. Lalu Samson segera menarik tangannya putuslah tambang yang mengikatnya dengan kuat itu.
Sesudah itu,kaum kafir datang lagi dengan membawa rantai kepada istri Samson dengan tujuan yang sama, lalu Delillah pun mengikat Samson dengan rantai itu. Samson bangun dan bertanya : “Siapakah yang mengikatku ini??” jawab Delillah : “Aku yang mengikat, sekedar mengujimu”. Lalu iapun menarik tanganya dan terputuslah rantai itu”.
Akirnya Samson berkata : “Hai istriku, aku ini seorang wali dari sekian banyak Waliyullah, tiada seorangpun yng mampu mengalahkanku dalam perkara dunia,, Kecuali Rambutku ini”. Ia berambut panjang. Lalu ucapanya itu diperhatikan oleh istrinya. Dan sewaktu Samson tidur, istrinya memotong gelung rambutnya, ia tetap dalam tidurnya. Sejumlah 8 potong rambut Samson itu, panjang sampai ke bumi. Dan mulailah istrinya mengikat kedua tangan Samson dengan 4 gelung rambutnya, dan 4 rambut lainya diikatkan pda kedua kakinya, Samson tetap dalam tidurnya”
Setelah bangun, Samson bertanya lagi : “Siapakah yng mengikatku ini?, Jawab Delillah : “Aku, hanya untuk mengujimu”. Lalu ia menarik sekuatnya, tapi tidak berdaya melepaskanya”. Delillahpun bersorak dan memanggil kaum kafir bahwasannya Samson sudah tidak berdaya dikamarnya. Akhrinya mereka datang dan langsung membawa Samson ketempat penyembelihan. Ia diikat pda sebatang tiang rumah, mulailah mereka memotong kedua telinganya, kedua mata, bibir, lisan, kedua tangan dn kakinya, musuh musuhnya semua berkumpul dan berpesta dirumah pembantaian itu”.
Kemudian Allah SWT melalui malaikat jibril memberi wahyu kpdanya : “Hai Samson apa yang kau inginkan, Tuhanmu akan mengabulkan permohonanmu”. Sahut Samson : “Aku inginkan Allah memberi hamba kekuatan dan mengembalikan semua organ tubuhku yang sudah terpisah kepadaku, hingga nanti kugerakkan tiang rumah ini, dan kuhancurkan mereka”.
Maka dengan karunia Allah SWT, tubuh Samson kembali utuh dan tenaganya bertambah besar , Samson menggerakkan tubuhnya dan dengan izin Allah, Samson mampu merobohkan tiang-tiang rumah penyembelihan dan menewaskan seluruh orang yang didalamnya termasuk istri Samson akibat reruntuhan bangunan rumah, hanya tersisa Samson yang hidup.
Mendengar kisah Samson ini, para sahabat Nabi saw. menangis, terharu dan tertarik, mereka berkata kepada Rasulallah SAW : “Ya Rasul, Kami ingin bisa berjuang membela agama Allah sampai 1000bulan seperti Samson, bermunajatlah kepada Allah agar memberi kami kekuatan seperti Samson”,
Rasullallah SAW pun bermunajat kepada allah dan turunlah wahyu berupa surat Al-Qadr melalui malaikat jibril. Jibril pun berkata “Hai Muhammad, Allah memberi “Lailatul Qadar” kepadamu dan umatmu, ibadahlah pada malam itu maka lebih utama daripada ibadah 1000 bulan”. Turunnya Surat Al-Qadr bukan pada bulan Ramadhan melainkan pada pertengahan Sya’ban. Pada sebuah hikayat diterangkan seorang Ulama yang menjelaskan  “Allah Swt. berseru : “Hai Muhammad, shalat 2 rakaat pada malam Lailatul Qadar adalah baik bagimu dan umatmu daripda mengangkat senjata/perang di zaman Bani Israil selama 1000 bulan”, Dalam sebuah riwayat, malam lailatul qodar jatuh diantara salah satu dari 10 malam terakhir dibulan ramadhan (wallahu a’lam).
Dari cerita tersebut dapat diambil beberapa hikmah :
- 10 Malam terakhir di bulan Ramadhan adalah kesempatan kita memperbanyak amalan dan ibadah kepada Allah SWT namun tidak melupakan ibadah dihari-hari lain karena bagaimanapun intisari dari sebuah ibadah adalah penyerahan dan persembahan diri kepada sang pencipta terlepas dari hari tersebut istimewa ataupun tidak, karena Ibadah yang berkualitas adalah ibadah mengutamakan keikhlasan dan tanpa pamrih.

Islam, Halal Bihalal, dan Tradisi

Islam, Halal Bihalal, dan Tradisi

OPINI 
Di Arab Saudi, di tanah kelahiran Islam, tradisi halal bihalal justru tak dikenal. Juga di sebagian besar negara-negara muslim di dunia. Dalam al-Quran dan Hadis, kata itu juga tak ditemukan. Tradisi ini hanya khas di Indonesia.
Di kampung saya, tradisi bermaaf-maafan biasanya dilakukan sejak usai shalat Idul Fitri, usai berziarah, atau selepas Magrib. Mereka mendatangi satu rumah ke rumah lainya, terutama pemilik rumah yang lebih tua atau dituakan.
Tak hanya di kampung-kampung, tradisi saling bermaaf-maafan ini juga menjadi tradisi rutin yang digelar instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta. Para pemimpin instansi dan perusahaan itu menjadikan momen halal bihalal sebagai medium bermaaf-maafan kepada karyawan dan bawahannya. Begitu sebaliknya.
Di Indonesia, kata “halal bihalal” sendiri memilki makna khusus. Maknanya lebih dekat dengan pengertian saling memaafkan atas segala salah dan khilaf agar bisa kembali menjadi manusia suci (fitr). Karena itu, pan perkataan yang biasa dilontarkan: Minal Aidin wal Faizin, semoga termasuk orang-orang yang kembali dan beruntung.
Padahal, kata “halal” umumnya terkait erat dengan konteks hukum berarti sesuatu yang diizinkan atau dibolehkan. Maknanya meliputi sesuai yang boleh dimakan atau dilakukan. Lawan katanya, “haram”, sesuatu yang dilarang dan bagian dari lima kriteria hukum selain wajib, sunnah, makruh, dan mubah. Keempat kategori itu masuk dalam kategori halal. Meski begitu, M. Quraish Sihab menegaskan, pengertian “halal bihalal” ini sebaiknya tak dipahami dalam pengertian hukum. Sebab bisa menimbulkan ketakharmonisan antarsesama (M. Quraish Shihab: 2007).
Meski tak hadir di Arab Saudi dan tak hidup di masa Nabi Muhammad atau para Sahabat, halal bihalal di Indonesia tak berarti kehilangan nilai keislamannya. Tradisi itu justru terobosan dan bentuk kreativitas muslim Indonesia dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai dan syiar keislaman. Ia produk nyata dari sesuatu yang disebut KH. Abdurrahman Wahid sebagai “pribumisasi Islam”, proses membumikan nilai-nilai Islam ke dalam tradisi atau budaya di mana kaum muslimin hidup. Dengan cara kreatif itulah Islam bisa diterima dan bisa berkembang di banyak tempat.
Nilai keislaman tradisi itu justru harus dilihat dari ketersambungannya dengan nilai dan prinsip-prinsip dasar Islam. Jika tujuan dasar halal bihalal adalah prinsip saling memaafkan, maka jelas ia sebangun dengan nilai-nilai yang diajarkan al-Quran dan hadis. SQ. Ali Imron ayat 134 misalnya menyebut, salah satu ciri orang bertakwa adalah mereka yang memaafkan manusia yang bersalah. Sebuah hadis riwayat Abu Daud juga menjelaskan, jika dua orang Muslim bertemu lantas keduanya saling berjabat tangan maka dosa keduanya diampuni Allah sebelum mereka berpisah. Tidakah ini sesuatu yang islami?
Dalam ushul fikih (dasar-dasar hukum Islam), tradisi atau adat masyarakat yang tak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam bisa diterima, bahkan dapat dijadikan hukum. Kaidah yang masyhur, al-‘adat muhakkamah, adat dapat menjadi dasar hukum.
Sejarah syariat Islam sendiri menyuguhkan fakta penerimaan Islam terhadap budaya yang telah berkembang sebelumnya. Karena tak lahir di ruang hampa, syariat Islam menerima unsur-unsur kebudayaan dan tradisi yang hidup sebelumnya.
Khalil Abdul Karim dalam Al-Judzur at-Tarikhiyyah li asy-syariah al-Islamiyyah, diterjemahkan penerbit LkiS Yogyakarta dengan Syari’ah, Sejarah Perkelahian Pemaknaan, menunjukan bahwa Islam yang dibawa Nabi Muhammad mengadopsi sejumlah tradisi Arab sebelum Islam. Di antaranya tradisi pengagungan Ka’bah. Menurut intelektual muslim Mesir itu, meski terdapat dua puluh Ka’bah di seantero semenanjung Arab, tapi seluruh suku Arab sepakat menyucikan Ka’bah yang ada di Mekkah. Bahkan ada sejumlah suku yang sebagian anggotanya penganut Yahudi dan Nasrani ikut pula beribadah di musim haji. Demi mengagungkan Ka’bah dan kota Mekkah, ada di antara mereka yang baahkan membiarkan musuh yang telah membunuh keluargnya. Begitupun dengan tradisi haji yang kemudian ditetapkan sebagai rukun kelima Islam. Sebelum Islam datang, tradisi haji di bulan Dzulhijjah telah dilakukan masyarat Arab (Khalil Abdul Karim; 2003).
Fakta historis itu sesungguhnya hendak menegaskan, Islam agama yang bisa menerima tradisi yang hidup di tengah masyarakat sejauh selaras dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Islam bukan agama yang dengan mudah menolak apa yang hidup di masyarakat. Sebaliknya, Islam hadir dalam pergumulan intens dengan tradisi dan kultur setempat. Selain halal bihalal, ada banyak tradisi di Indonesia yang hidup untuk menginternalisir nilai-nilai agama seperti ragam masyarakat lokal menyambut datangnya Ramadhan. Dengan demikian sikap mudah mengkafirkan tradisi tanpa kritisisme sepertinya bertentangan dengan fakta sejarah keislaman.
Penerimaan tradisi ini selanjutnya memberi implikasi lain bagi umat Islam, yakni tuntutan agar terus mengembangkan kreativitas kebudayaan, dan tentu saja ijtihad keagamaan, sehingga Islam bisa diinternalisir dan dikembangkan lebih dinamis dan mampu menjawab kebutuhan zaman. Dalam konteks itu dibutuhkan ruang terbuka untuk terus mendialogkan berbagai problem keislaman secara bebas, bertanggungjawab, tanpa khawatir mendapat ancaman dan kekerasan. Dengan usaha-usaha semacam ini, Islam justru mampu membuktikan dirinya sebagai agama besar yang berkembang, dinamis, sekaligus menjawab kebutuhan spiritual pemeluknya. Dan kita bisa belajar dari tradisi halal bihalal yang tengah kita rayakan sekarang ini.
Jakarta, 29 Agustus 2011

ASAL USUL HALAL BI HALAL

http://tanbihun.com/sejarah/sejarah-asal-mula-halal-bihalal/#.UCweO1JGSZk


SEJARAH HALAL BI HALAL
idul fitriFilosofi Idul Fitri
Tanbihun.com –  Seorang budayawan terkenal Dr Umar Khayam (alm), menyatakan bahwa tradisi Lebaran merupakan terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan kedua budaya tersebut demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. Akhirnya tradisi Lebaran itu meluas ke seluruh wilayah Indonesia, dan melibatkan penduduk dari berbagai pemeluk agama. Untuk mengetahui akulturasi kedua budaya tersebut, kita cermati dulu profil budaya Islam secara global. Di negara-negara Islam di Timur Tengah dan Asia (selain Indonesia), sehabis umat Islam melaksanakan salat Idul Fitri tidak ada tradisi berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan. Yang ada hanyalah beberapa orang secara sporadis berjabatan tangan sebagai tanda keakraban.
Menurut tuntunan ajaran Islam, saling memaafkan itu tidak ditetapkan waktunya setelah umat Islam menyelesaikan ibadah puasa Ramadan, melainkan kapan saja setelah seseorang merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf kepada orang tersebut. Bahkan Allah SWT lebih menghargai seseorang yang memberi maaf kepada orang lain (Alquran Surat Ali Imran ayat 134).
Budaya sungkem
Dalam budaya Jawa, seseorang “sungkem” kepada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan yang terpuji. Sungkem bukannya simbol kerendahan derajat, melainkan justru menunjukkan perilaku utama. Tujuan sungkem, pertama, adalah sebagai lambang penghormatan, dan kedua, sebagai permohonan maaf, atau “nyuwun ngapura”. Istilah “ngapura” tampaknya berasal dari bahasa Arab “ghafura”.
Para ulama di Jawa tampaknya ingin benar mewujudkan tujuan puasa Ramadan. Selain untuk meningkatkan iman dan takwa, juga mengharapkan agar dosa-dosanya di waktu yang lampau diampuni oleh Allah SWT. Seseorang yang merasa berdosa kepada Allah SWT bisa langsung mohon pengampunan kepada-Nya. Tetapi, apakah semua dosanya bisa terhapus jika dia masih bersalah kepada orangorang lain yang dia belum minta maaf kepada mereka?
Nah, di sinilah para ulama mempunyai ide, bahwa di hari Lebaran itu antara seorang dengan yang lain perlu saling memaafkan kesalahan masingmasing, yang kemudian dilaksanakan secara kolektif dalam bentuk halal bihalal. Jadi, disebut hari Lebaran, karena puasa telah lebar (selesai), dan dosa-dosanya telah lebur (terhapus).
Dari uraian di muka dapat dimengerti, bahwa tradisi Lebaran berikut halal bihalal merupakan perpaduan antara unsur budaya Jawa dan budaya Islam.
Sejarah halal bihalal
Sejarah asal mula halal bihalal ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan Keraton Surakarta, bahwa tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Dalam rangka menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal. Kemudian instansi-instansi pemerintah/swasta juga mengadakan halal bihalal, yang pesertanya meliputi warga masyarakat dari berbagai pemeluk agama.
Sampai pada tahap ini halal bihalal telah berfungsi sebagai media pertemuan dari segenap warga masyarakat. Dan dengan adanya acara saling memaafkan, maka hubungan antarmasyarakat menjadi lebih akrab dan penuh kekeluargaan.
Karena halal bihalal mempunyai efek yang positif bagi kerukunan dan keakraban warga masyarakat, maka tradisi halal bihalal perlu dilestarikan dan dikembangkan. Lebih-lebih pada akhir-akhir ini di negeri kita sering terjadi konflik sosial yang disebabkan karena pertentangan kepentingan.
Makna Idul Fitri
Ada tiga pengertian tentang Idul Fitri. Di kalangan ulama ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada kesucian. Artinya setelah selama bulan Ramadan umat Islam melatih diri menyucikan jasmani dan rohaninya, dan dengan harapan pula dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT, Maka memasuki hari Lebaran mereka telah menjadi suci lahir dan batin.
Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada fitrah, atau naluri religius. Hal ini sesuai dengan Alquran Surat Al-Baqarah ayat 183, bahwa tujuan puasa adalah agar orang yang melakukannya menjadi orang yang takwa atau meningkat kualitas religiusitasnya.
Ada pula yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada keadaan di mana umat Islam diperbolehkan lagi makan dan minum siang hari seperti biasa. Di kalangan ahli bahasa Arab, pengertian ketiga itu dianggap yang paling tepat.
Dari ketiga makna tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam memasuki Idul Fitri umat Islam diharapkan mencapai kesucian lahir batin dan meningkat kualitas religiusitasnya. Salah satu ciri manusia religius adalah memiliki kepedulian terhadap nasib kaum yang sengsara. Dalam Surat Al-Ma’un ayat 1 -3 disebutkan, adalah dusta belaka kalau ada orang mengaku beragama tetapi tidak mempedulikan nasib anak yatim. Penyebutan anak yatim dalam ayat ini merupakan representasi dari kaum yang sengsara.
Oleh karena itu dapat kita pahami, bahwa umat Islam yang mampu wajib memberikan zakat fitrah kepada kaum fakir miskin, dan pemberian zakat tersebut paling lambat sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri. Aturan ini dimaksudkan, agar pada waktu umat Islam yang mampu bergembira ria merayakan Idul Fitri jangan ada orang-orang miskin yang sedih, atau sampai menangis, karena tidak ada yang dimakan.
Agama Islam sangat menekankan harmonisasi hubungan antara si kaya dan si miskin. Orang-orang kaya diwajibkan mengeluarkan zakat mal (harta), untuk dibagikan kepada delapan asnaf (kelompok), di antaranya adalah kaum fakir miskin.
Dari uraian di muka dapat disimpulkan, bahwa Idul Fitri merupakan puncak dari suatu metode pendidikan mental yang berlangsung selama satu bulan untuk mewujudkan profil manusia yang suci lahir batin, memiliki kualitas keberagamaan yang tinggi, dan memelihara hubungan sosial yang harmonis. hf/www.wawasandigital.com
___________________________________
Drs H Ibnu Djarir
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Provinsi Jawa Tengah.


Jumat, 10 Agustus 2012

Agen Nonosoft


Agen Nonosoft
 Untuk pembelian langsung silakan kontak dengan agen-agen resmi Nonosoft KHOT di bawah ini

JAKARTA
KOPERASI SEHATI (Bpk Poerbono)
Jl. SMP 87 no. 11 Pondok Pinang
Jakarta Selatan 12310
Telp. 0817 6861 661 / 021 750 6943
SEMARANG
Bpk Muhyidin HM., S.Ag
Jl. Purwomukti Selatan IV / 06
Pedurungan Lor - Pedurungan
E-mail: mutudigital@gmail.com
Telp. 024-6722138 / 081325940250
DEPOK
Bpk Yoda Pralandono
Jl. Boulevard Sektor Azalea Blok W5 / 2
Perum Grand Depok City
E-mail: pralandono@yahoo.com
Telp. 021-87927008 / 081554390895
YOGYAKARTA
AROFAH KOMPUTER
Kepitu RT 05 RW 18 Trimulyo Sleman
Yogyakarta
Telp. 0813 2843 2829
CURUP
MANDIRI COMPUTECH
Jl. Kartini 29 Pasar Baru
CURUP, BENGKULU 39113
Telp. 0732 21198

SAMARINDA
Ust. Ahmad Parhan
Jl. Slamet Riyadi Gang 7 Rt 38
Kel. Teluk Lerong Ulu Kec. Sungai Kunjang
- Samarinda 75127
Telp. 0852 4694 5768
SURABAYA
TB CAHAYA AMANAH
Jl. Darmorejo III no 4 Surabaya
Telp. 031 5612988

SIDOARJO
TB CAHAYA AMANAH
Jl. Untung Surapati 13 Sidoarjo
Telp. 031 8965555

HULU SUNGAI SELATAN
TB DUA BINTANG
Ruko Sudi Singgah No.22
Jl.Pangeran Antasari (Terminal Lama/Pasar Blauran)
-Kandangan
Telp. 081216284514
KEDIRI
Bpk Mahfudz syarif
Jl Cendrawasih EE-17 Sukorejo Indah
Kediri
Telp 0354-7050078
SELANGOR - MALAYSIA
Hj. Karimullah Hj. Mhd Yunus
Teratak Chetam
No 8 Jln 8 Taman Semenyih Indah 43500
Semenyih
Selangor Darul Ehsan
Malaysia
HP. 0173726378
TANGERANG
Drs. Abd. Aziz Rofiq
Perumahan Al Amanah Blok B/45
RT.01/02 Kel.Bakti Jaya, Kec. Setu
Kota Tangerang Selatan
Telp. 0812 8990 103
MOJOKERTO
MOJOKERTO CYBER MEDIA
Jl. Cakar Ayam V/22
Mojokerto
Telp. 0321 390946
BALIKPAPAN
DIGITAL MULTIMEDIA KOMPUNET (DMK COM)
Jl. Ahmad Yani no 19 RT 48 Gunung Sari Ilir
  Balikpapan
Telp. 0542 421443
/087812028761




: